Pengikut

Pameran Beaten Bark di Museum Tekstil

| on
Desember 08, 2016
[Jalan-jalan] Beberapa hari yang lalu, aku mendapatkan undangan untuk menghadiri acara Pembukaan workshop sekaligus penutupan pameran Beaten Bark bertempat di Museum Tekstil, Jakarta. Eh, ada yang tahu Museum Tekstil dimana? Ini nih petanya:




Jadi, dia terletak di dekat Tanah Abang sana. Antara Rumah Sakit Pelni dan Tanah Abang deh.




Sekilas tentang Museum Tekstil


Ini aku copy dari wikipedia:
Gedungnya sendiri pada mulanya adalah rumah pribadi seorang warga negara Perancis yang dibangun pada abad ke-19. Kemudian dibeli oleh konsul Turki bernama Abdul Azis Almussawi Al Katiri yang menetap di Indonesia. Selanjutnya tahun 1942 dijual kepada Dr. Karel Christian Cruq.


Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, gedung ini menjadi markas Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dan tahun 1947 didiami oleh Lie Sion Pin. Pada tahun 1952 dibeli oleh Departemen Sosial dan pada tanggal 25 Oktober 1975diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta yang untuk kemudian pada tanggal 28 Juni1976 diresmikan penggunaannya oleh Ibu Tien Soeharto sebagai Museum Tekstil.


ini maket museum Tekstil Jakarta dalam bentuk mini. Kompleks museum tekstil amat luas ternyata, dan seluruhnya bangunan lama. Jadi gedungnya ya rada eksotis gitu deh
 Nah, pada tanggal 1 Desember 2016, bertempat di Museum Tekstil ini, diadakan Exhibition Beaten Bark yang mengangkat kerajinan kain yang dibuat dari kulit kayu, dikenal dengan nama Daluang atau Fuya atau Tapa.

Sebutan Fuya, digunakan di daerah Sulawesi, khususnya Sulawesi Tengah. Kain kulit kayu ini sudah dipakai di Sulawesi Tengah sejak ribuan tahun yang lalu. Kebudayaan kain kulit kayu ini sudah dibawa sejak kedatangan bangsa Austronesia 6800 tahun yang lalu, dimana mereka melakukan pengembaraan dari China Selatan menuju ke Macaw.

Dalam pengembaraannya, bangsa Austronesia ini melalui 2 jalur, yaitu jalur darat (Lewat Vietnam) dan jalur laut (lewat Philipina). Nah, kemungkinan yang lewat Sulawesi ini adalah yang lewat jalur laut. Turut serta dalam pengembaraan ini  adalah, bahan untuk membuat kulit kayu dan juga benih pohon Saeh. Itu sebabnya pohon Saeh tumbuh banyak di Sulawesi dan batu Ike yang digunakan untuk membuat kain kulit kayu bentuk yang ada di Sulawesi punya kesamaan dengan yang ada di Taiwan.

Di Jawa, istilah Fuya ini kurang dikenal. Dan memang orang di Jawa jarang yang membuat pakaian dari Kain Kulit Kayu. Kain kulit kayu di Jawa lebih sering digunakan untuk alas menulis atau melukis dan dikenal dengan istilah Daluwang (Daluang). Ada dalam kitab-kitab atau buku-buku mereka.

lukisan di atas kain kulit kayu Daluang di Kalimantan

kitab Perwayangan dalam bahasa Jawa yang ditulis di atas kain kulit kayu Daluang

buku-buku jaman dulu yang ditulis di atas kain kulit kayu


lukisan di atas kain kulit kayu dari berbagai negara

tas atau dompet dari kain kulit kayu yang banyak digunakan jaman sekarang

pakaian modern dari kain kulit kayu

kain kulit kayu di Indonesia, digunakan untuk kain sarung, celana atau baju

selain itu bisa juga kain kulit kayu digunakan untuk kipas atau model pakaian yang lebih variatif


 Sekarang, tentu saja kerajinan kain kulit kayu ini sudah semakin langka. Disamping karena pembuatannya yang rumit, juga karena bahan baku untuk membuatnya mulai sulit didapat. Lagipula. kelemahan dari kain kulit kayu ini adalah, dia tidak bisa terkena air.

Harga kain kulit kayu ini sendiri amat mahal. Jadi, kain kulit kayu jaman sekarang lebih sering digunakan untuk barang seni seperti lukisan.

Karena sudah mulai ditinggalkan orang, maka kemungkinan untuk punah menjadi besar. Itulah sebabnya maka mulai dilakukan usaha untuk mengumpulkan kerajinan dari kain kulit kayu untuk ditaruh di museum dengan tujuan agar kelak generasi yang akan datang bisa menikmati dan mengetahui betapa kayanya nenek moyang mereka dahulu.





 Acara Pameran Kain Kulit Kayu di Museum Tekstil, Jakarta

Ini dia daftar acara pembukaan sekaligus penutupan Beaten Bark Exhibition.

1. Laporan kegiatan oleh Kepala Museum Seni DKI Jakarta Ibu Esti Utami
ibu Esti, kepala Museum Tekstil Jakarta (credit foto: Sally Fauzi)


2. Pengenalan Kartini Blue Bird oleh mbak Nova 

3. Penyerahan lukisan : 
- kepada Asisten Deputi Bidang Kebudayaan DKI Jakarta  - Bapak Usmayadi Rameli oleh mbak Tanti Amelia 
- kepada Prof. Sakamoto, Ahli Kertas dari Jepang oleh Mbak Nova - Kartini Blue Bird 
- kepada KEpala Museum Seni, Ibu Esti Utami oleh Astri Damayanti - Founder Kriya Indonesia



Mak Tanti Amelia dan Pak Usmayadi (credit foto: Sally Fauzi)
4. Pembukaan workshop sekaligus penutupan pameran Beaten Bark oleh Asisten Deputi bidang Kebudayaan DKI Jakarta - Bapak Usmayadi Rameli



5. MC : Adit 

poster Beaten Bark Exhibition

Setelah acara ini selesai, dilanjutkan dengan acara lain, yaitu workshop melukis di atas Daluang.
Yeeaahh... Eh.. tapi di tulisan selanjutnya saja ya. Karena aku ada cerita lain tentang workshop ini.
6 komentar on "Pameran Beaten Bark di Museum Tekstil"
  1. wih nyesel aku gk jadi k sna gara gara d ajakin ke pantai ama tmn... ada laginya kapan ya ?

    BalasHapus
  2. pameran terusebut ada lg kapan mom? apakah ada dokumentasi versi videonya yg dapat saya unduh?

    BalasHapus
  3. wah museum di Jakarta makin keren ya mba? aku juga ngiri loh konsep mereka yang sering mengadakan pameran bikin jumlah pengunjung meningkat :D

    BalasHapus