[Jalan-jalan] Tulisan ini adalah tulisan tentang liburanku yang semula ada di blog Ocehan Ade Anita. Tapi, karena temanya tentang liburan jadi aku pindahkan saja ke sini ya. Lebih cocok di sini sepertinya daripada tulisan ini berada di blog parenting dan family lifestyle-ku. Ini tulisanku di tahun 2014.
Oke. Here we go.
---------
Hai..hai... sudah lama tidak ngeblog. Tepatnya... sejak pekan balik kampung dimulai menjelang hari Raya Idul Fitri kemarin.
Kalian semua pada kembali ke kampung halamankah? Seru dong ya.
Hmm.... aku, karena lahir dan besar lalu berkeluarga dan menetap di Jakarta, maka bisa dibilang tidak punya kampung halaman. Karena, kampung halamanku ya kota Jakarta ini.
Itu sebabnya setiap kali liburan alias cuti bersama dalam rangka hari raya Idul Fitri, aku sekeluarga cuma bisa tersenyum saja melihat kesibukan teman-teman yang bersiap-siap akan berangkat Balik Kampung alias mudik. Sejak orang tuaku meninggal, praktis bisa dikatakan kebiasaan untuk mengunjungi sanak saudara di hari raya pun berakhir.
Di tahun pertama ayah meninggal dunia, yaitu tahun 2010, aku dan saudara-saudaraku masih berupaya meneruskan tradisi berkumpul bersama keluarga besar di hari pertama sesaat setelah Shalat Idul Fitri dan ziarah ke makam orang tuaku selesai dilakukan. Saling bersalaman, maaf memaafkan, lalu makan ketupat dan opor-rendang-sambal goreng hati dan kuih muih khas hari raya.
Tapi ketika jarum jam semakin mendekati pukul 11 siang, kakak dan adikku mulai gelisah. Mereka masih lengkap mertuanya jadi mereka juga ingin berkunjung ke rumah mertua masing-masing. Jadi, terpaksa sebelum pukul 11 siang, kami sudah harus berpencar. Yang masih punya mertua segera beterbanngan ke rumah mertuanya masing-masing.
Dan aku?
Nah... itu dia.
Aku sudah tidak punya mertua lagi. Suamiku sudah yatim piatu bahkan sejak beliau masih kecil (ibunya meninggal dunia ketika suamiku berusia 1,5 tahun, sedangkan ayahnya meninggal dunia ketika suamiku duduk di tahun pertama perkuliahan). Suamiku diasuh oleh kakak-kakaknya sejak kecil dan ketika dia sudah berkeluarga, kakak-kakaknya sudah sepakat untuk mengadakan halal bihalal keluarga besar di hari kedua lebaran. Jadi... hari pertama memang diperuntukkan untuk mengunjungi keluarga atau mertua yang masih lengkap.
Jadi aku sendiri?
hehehe... tidak ada siapa-siapa lagi yang harus dikunjungi. Pun tidak punya siapapun untuk dikunjungi. Tetanggaku juga banyak yang balik kampung.
Akhirnya.... tahun pertama setelah kematian ayah, pukul dua belas siang aku sudah jalan-jalan di Mall.
Tahun kedua setelah ayah meninggal, kakak semakin "rempong" ingin berangkat ke rumah mertuanya karena merasa tahun sebelumnya dia termasuk keluarga yang paling telat datang di rumah mertuanya. Begitu juga adikku yang punya mertua. Akibatnya, pukul 10 siang, kami sudah diminta untuk meninggalkan rumah kakak karena kakak ingin pergi ke rumah mertuanya dan kami pun kembali pulang ke rumah.
Bengong.
Dan.... "ayo kita jalan-jalan ke Mall."
hahahhaha.... nggak enak banget deh lebaran jalan ke Mall itu. Bukan apa-apa. Tapi, Mall-nya sih katanya buka jam 12 siang, tapi, kadang suka mulur pintunya dibuka. Jadi, aku sekeluarga seringnya sih duduk-duduk dulu di depan bangku tunggu yang ada di Mall.
(sebenarnya selain Mall ada juga tempat hiburan lain yang bisa dikunjungi seperti Taman Mini Indonesia Indah, Ragunan atau Ancol. Tapi, muacettttt-nya puaruaaahhh. Malesi banget.
Kenapa gak jalan-jalan ke tempat lain?
Jawab: Emang ada yang buka lebaran-lebaran ini? Sudah taksinya luamua buanget nunggu ya, berebut pula, dan di tempat-tempat makan pinggir jalan itu, yang rasanya ayep dan gak enak itu, harganya dipasang tinggi-tinggi sekali. Ugh. Bikin sebal.
Kenapa gak di rumah aja nonton tivi?
Hellloooowww.... malas ah. Bikin sedih ajah deh lebaran cuma di rumah aja dan nonton acara-acara siaran ulangan.
Akhirnya, tahun ketiga setelah ayah meninggal dunia, yaitu sejak tahun 2011... suamiku mulai berinisiatif yang berbeda.
"Ayo, kita liburan ke luar negeri saja yuk cuti lebaran ini?"
Wah. Ide yang manis.
Mengapa memilih ke luar negeri?
1. Ternyata eh ternyata, setelah dipersandingkan dengan tiket tujuan kota-kota yang ada di seluruh Indonesia, tiket ke luar negeri itu lebih murah sodara-sodara. Tiket tujuan kota-kota yang ada di Indonesia menjelang hari raya naiknya seperti roket. Berlipat-lipat ganda dan ehem... berebutan untuk mendapatkannya.
Jadi... mending beli tiket ke luar negeri.
2. Ternyata lagi nih. Di luar negeri, meski hari raya sedang berlangsung, harga-harga makanan, oleh-oleh, penginapan dan alat transportasi tidak mengalami perubahan. Jadi, yang namanya Curry Puff (ini sebutan untuk pastel di negara Malaysia) tetap saja 1 ringgit; tidak berubah jadi 2 ringgit meski sedang hari raya.
3. Karena suasananya suasana liburan, maka tentu saja kegembiraannya bisa didapat. Berbeda dengan suasana lebaran tapi tidak bisa merayakan lebaran di negeri sendiri seperti yang aku alami setelah dua tahun kematian ayahku.
Sedih.
Sepi.
Kangen.
Tapi tidak ada yang bisa ditemui dan disapa karena masing-masing sibuk dengan keluarga masing-masing (resiko sudah berkeluarga semua ya sodara-sodara).
Dan trata taraaaaa....
di tahun ketiga setelah ayah meninggal dunia, yaitu tahun 2011, aku mulai menjalankan sebuah tradisi baru: berlibur. Kami memulainya ke Malaysia.
di tahun 2012, ke Singapura.
tahun 2013, ke Malaysia lagi.
Dan tahun 2014, alhamdulillah ke Sydney, Australia. Akhirnya, sekarang sepanjang tahun kami sekeluarga rajin menabung agar bisa berlibur ke banyak tempat, keliling dunia. Aamiin.
Oke. Here we go.
---------
Hai..hai... sudah lama tidak ngeblog. Tepatnya... sejak pekan balik kampung dimulai menjelang hari Raya Idul Fitri kemarin.
Kalian semua pada kembali ke kampung halamankah? Seru dong ya.
Hmm.... aku, karena lahir dan besar lalu berkeluarga dan menetap di Jakarta, maka bisa dibilang tidak punya kampung halaman. Karena, kampung halamanku ya kota Jakarta ini.
Itu sebabnya setiap kali liburan alias cuti bersama dalam rangka hari raya Idul Fitri, aku sekeluarga cuma bisa tersenyum saja melihat kesibukan teman-teman yang bersiap-siap akan berangkat Balik Kampung alias mudik. Sejak orang tuaku meninggal, praktis bisa dikatakan kebiasaan untuk mengunjungi sanak saudara di hari raya pun berakhir.
Di tahun pertama ayah meninggal dunia, yaitu tahun 2010, aku dan saudara-saudaraku masih berupaya meneruskan tradisi berkumpul bersama keluarga besar di hari pertama sesaat setelah Shalat Idul Fitri dan ziarah ke makam orang tuaku selesai dilakukan. Saling bersalaman, maaf memaafkan, lalu makan ketupat dan opor-rendang-sambal goreng hati dan kuih muih khas hari raya.
Tapi ketika jarum jam semakin mendekati pukul 11 siang, kakak dan adikku mulai gelisah. Mereka masih lengkap mertuanya jadi mereka juga ingin berkunjung ke rumah mertua masing-masing. Jadi, terpaksa sebelum pukul 11 siang, kami sudah harus berpencar. Yang masih punya mertua segera beterbanngan ke rumah mertuanya masing-masing.
Dan aku?
Nah... itu dia.
Aku sudah tidak punya mertua lagi. Suamiku sudah yatim piatu bahkan sejak beliau masih kecil (ibunya meninggal dunia ketika suamiku berusia 1,5 tahun, sedangkan ayahnya meninggal dunia ketika suamiku duduk di tahun pertama perkuliahan). Suamiku diasuh oleh kakak-kakaknya sejak kecil dan ketika dia sudah berkeluarga, kakak-kakaknya sudah sepakat untuk mengadakan halal bihalal keluarga besar di hari kedua lebaran. Jadi... hari pertama memang diperuntukkan untuk mengunjungi keluarga atau mertua yang masih lengkap.
Jadi aku sendiri?
hehehe... tidak ada siapa-siapa lagi yang harus dikunjungi. Pun tidak punya siapapun untuk dikunjungi. Tetanggaku juga banyak yang balik kampung.
Akhirnya.... tahun pertama setelah kematian ayah, pukul dua belas siang aku sudah jalan-jalan di Mall.
Tahun kedua setelah ayah meninggal, kakak semakin "rempong" ingin berangkat ke rumah mertuanya karena merasa tahun sebelumnya dia termasuk keluarga yang paling telat datang di rumah mertuanya. Begitu juga adikku yang punya mertua. Akibatnya, pukul 10 siang, kami sudah diminta untuk meninggalkan rumah kakak karena kakak ingin pergi ke rumah mertuanya dan kami pun kembali pulang ke rumah.
Bengong.
Dan.... "ayo kita jalan-jalan ke Mall."
hahahhaha.... nggak enak banget deh lebaran jalan ke Mall itu. Bukan apa-apa. Tapi, Mall-nya sih katanya buka jam 12 siang, tapi, kadang suka mulur pintunya dibuka. Jadi, aku sekeluarga seringnya sih duduk-duduk dulu di depan bangku tunggu yang ada di Mall.
(sebenarnya selain Mall ada juga tempat hiburan lain yang bisa dikunjungi seperti Taman Mini Indonesia Indah, Ragunan atau Ancol. Tapi, muacettttt-nya puaruaaahhh. Malesi banget.
Kenapa gak jalan-jalan ke tempat lain?
Jawab: Emang ada yang buka lebaran-lebaran ini? Sudah taksinya luamua buanget nunggu ya, berebut pula, dan di tempat-tempat makan pinggir jalan itu, yang rasanya ayep dan gak enak itu, harganya dipasang tinggi-tinggi sekali. Ugh. Bikin sebal.
Kenapa gak di rumah aja nonton tivi?
Hellloooowww.... malas ah. Bikin sedih ajah deh lebaran cuma di rumah aja dan nonton acara-acara siaran ulangan.
Akhirnya, tahun ketiga setelah ayah meninggal dunia, yaitu sejak tahun 2011... suamiku mulai berinisiatif yang berbeda.
"Ayo, kita liburan ke luar negeri saja yuk cuti lebaran ini?"
Wah. Ide yang manis.
Mengapa memilih ke luar negeri?
1. Ternyata eh ternyata, setelah dipersandingkan dengan tiket tujuan kota-kota yang ada di seluruh Indonesia, tiket ke luar negeri itu lebih murah sodara-sodara. Tiket tujuan kota-kota yang ada di Indonesia menjelang hari raya naiknya seperti roket. Berlipat-lipat ganda dan ehem... berebutan untuk mendapatkannya.
Jadi... mending beli tiket ke luar negeri.
2. Ternyata lagi nih. Di luar negeri, meski hari raya sedang berlangsung, harga-harga makanan, oleh-oleh, penginapan dan alat transportasi tidak mengalami perubahan. Jadi, yang namanya Curry Puff (ini sebutan untuk pastel di negara Malaysia) tetap saja 1 ringgit; tidak berubah jadi 2 ringgit meski sedang hari raya.
3. Karena suasananya suasana liburan, maka tentu saja kegembiraannya bisa didapat. Berbeda dengan suasana lebaran tapi tidak bisa merayakan lebaran di negeri sendiri seperti yang aku alami setelah dua tahun kematian ayahku.
Sedih.
Sepi.
Kangen.
Tapi tidak ada yang bisa ditemui dan disapa karena masing-masing sibuk dengan keluarga masing-masing (resiko sudah berkeluarga semua ya sodara-sodara).
Dan trata taraaaaa....
di tahun ketiga setelah ayah meninggal dunia, yaitu tahun 2011, aku mulai menjalankan sebuah tradisi baru: berlibur. Kami memulainya ke Malaysia.
di tahun 2012, ke Singapura.
tahun 2013, ke Malaysia lagi.
Dan tahun 2014, alhamdulillah ke Sydney, Australia. Akhirnya, sekarang sepanjang tahun kami sekeluarga rajin menabung agar bisa berlibur ke banyak tempat, keliling dunia. Aamiin.
Ini foto dari celengan keramik kakek-nenek yang sedang duduk bahagia di atas kursi goyang. Celengan ini adalah hadiahku untuk suamiku menjelang kami ingin menikah dulu. |
Salut mbak, bisa menemukan solusi yang membahagiakan keluarga. Daripada nggak jelas cuma di rumah, mending plesir yang jauh sekalian hehe :)
BalasHapusBerarti itu penerbangan ke luar negerinya waktu lebaran gitu kan mbak? Biasanya book tiket agak jauh dari tanggal atau mepet2 masih dapet mbak?
wah, tradisi liburannya jadi berubah ya, mba ade. salut sama mba ade yang kompak bareng anak dan suami. semoga selalu diberi kelimpahan rezeki untuk bisa silaturahim dan liburan bareng keluarga. aamiin
BalasHapuskeren mba
BalasHapusRoyal Danisa